Pages

Saturday, 16 February 2013

Language Acquisition Device ( LAD )





Pandangan nativistik (mentalistik) yang dipelopori oleh Noam Chomsky  beranggapan bahwa pengaruh lingkungan bukan faktor penting dalam pemerolehan bahasa. Dalam belajar bahasa manusia telah memiliki kemampuan yang secara genetis telah diprogramkan. Manusia  lahir dengan dilengkapi suatu alat yang memungkinkan  dapat berbahasa dengan cepat dan mudah. Lalu, karena sukar dibuktikan secara empiris, maka pandangan ini mengajukan satu hipotesis yang disebut dengan hipotesis nurani (innateness hypothesis). Menurut pandangan ini, bahasa selalu kompleks dan mustahil dipelajari dalam waktu singkat melalui metode seperti peniruan (imitation). Jadi, beberapa aspek penting yang menyangkut sistem bahasa pasti sudah ada pada manusia secara alamiah.  
            Mengenai hipotesis nurani bahasa, otak manusia dipersiapkan secara genetik untuk berbahasa. Untuk itu otak manusia telah dilengkapi dengan struktur  bahasa universal. Alat itu namanya Language Acquisition Device (LAD). Dalam proses pemerolehan bahasa LAD ini menerima ‘ucapan-ucapan’ dan data-data lain yang berkaitan melalui pancaindra sebagai masukan dan membentuk rumus-rumus linguistik berdasarkan masukan itu yang kemudian dinuranikan sebagai keluaran. Apabila sejumlah ucapan yang cukup memadai dari suatu bahasa (bahasa apa saja) “diberikan” kepada LAD  seorang kanak-kanak sebagai masukan (input), maka LAD itu akan membentuk salah satu tata bahasa formal sebagai keluaran (out-putnya). Jadi :

            Adanya hipotesis mengenai LAD ini semakin memperkuat pandangan para ahli di bidang pemerolehan bahasa, bahwa kanak-kanak sejak lahir telah diberi kemampuan untuk memperoleh bahasa ibunya. Buktinya, meskipun masukan yang berupa ucapan-ucapan penuh dengan kalimat-kalimat yang salah, tidak lengkap, dan dengan struktur yang tidak gramatikal, namun ternyata kanak-kanak dapat saja menguasa bahasa ibunya itu. Tampaknya bahasa ibu dapat saja diperoleh oleh kanak-kanak dalam keadaan yang beragam-ragam.
            Konsep LAD ini telah merangsang penelitian pemerolehan bahasa sampai ke tingkat yang sangat tinggi. Pusat perhatian pada mulanya diarahkan pada pemerolehan komponen sintaksis, sedangkan peranan semantik dan kognisi kurang diperhatikan. Hal ini tidak mengherankan karena teori generatif transformasi yang dikembangkan oleh Chomsky memang hanya memusatkan perhatian pada keotonomian komponen sintaksis. Jadi, yang perlu bagi LAD hanyalah masukan linguistik.Faktor-faktor non linguistik seperti masukan penglihatan, perasaan dan juga pengetahuan buikan linguistik tidak begitu penting untuk pemerolehan bahasa.

Lexical Learning Principles
            Peneliti menemukan penelitian yang menarik dalam hal menciptakan instrumen pengujian yang sensitif untuk kompleksitas pengembangan kosa kata pada anak yang bilingual. Dalam sebuah penelitian longitudinal terhadap 25 orang anak-anak Spanyol-Inggris yang berusia 8 dan 30 bulan yang bilingual. Barbara Pearson dan rekan  (Pearson, Fernández, dan Oller 1993) menunjukkan bahwa anak-anak bilingual mengikuti pola pengembangan leksikal yang erat dengan anak-anak monolingual. Menariknya, ini  terjadi sebagian besar di satu bahasa pada satu waktu, dan juga
adanya perkiraan bahwa terjadinya  pergeseran bahasa pada beberapa anak yang terkontaminasi dalam satu bahasa atau yang lainnya.
(Pearson et al, 1997.).
            Sejumlah prinsip pembelajaran leksikal akan membimbing anak-anak dengan cepat untuk  perolehan kosa kata. Salah satunya adalah dengan whole object assumption (asumsi seluruh objek), yang berlaku untuk orang dewasa maupun untuk anak-anak (Markman 1992). Misalnya, seorang  ibu menunjuk seekor binatang dan memberitahu kepada anaknya  tentang ‘skleet’, yang mana sebelumnya anaknya tidak pernah melihatnya. Anaknya mungkin akan menganggap bahwa skleet’ itu mengacu/ menunjuk  kepada seluruh hewan, tidak hanya beberapa bagiannya saja, seperti ekor atau hanya bagian lannya, seperti warna atau tekstur.  Asumsi seluruh objek sangat membantu bagi anak-anak, untuk siapadan untuk apa sesuatu benda itu diberi nama. Jika setiap kata baru yang lebih mungkin untuk menyebut bagian dari seluruh benda, akan sangat sulit bagi seorang anak untuk memilah apa sebenarnnya yang sudah diberi nama tersebut. Jadi,  prinsip pembelajaran leksikal ini membantu  anak-anak untuk mengasumsikan bahwa kata-kata baru tersebut mengacu kepada seluruh objek.
            Prinsip lain memungkinkan anak-anak untuk memperoleh label/istilah dari pembelajaran leksikal ini adalah ‘mutual exclusivity assumption’ , segala sesuatu hanya mempunyai hanya sebuah nama (Markman dan Wachtel 1988; Golinkoff, Mervis, dan Hirsch-Pasek 1994). Jika orangtua mengatakan kuda (anaknya sudah tahu apa itu kuda)  dengan  Itu Skleet’,  anaknya  tidak akan menganggap bahwa skleet adalah kata yang lain dari kuda. Anak akan menganggap bahwa itu adalah kata untuk bagian dari kuda ia belum punya istilah untuk hal tersebut, atau anak menganngap kata tersebut mengacu pada jenis kuda.
Anak bilingual dihadapkan pada dilema yang menarik: sebuah kuda adalah kuda atau Caballo. Eksperiment mutual exclusivity assumptions’ digunakan pada anak yang  monolingual dan bilingual umur  3 tahun dan 6 tahun, dikatakan bahwa anak-anak monolingual dan bilingual sama-sama menggunakan ‘mutual exclusivity’ (saling  ekslusif)  untuk menyebutkan seluruh benda, tetapi anak-anak bilingual yang lebih tua lebih cenderung untuk menghentikan/menghilangkan  asumsi ini daripada  anak-anak monolingual dan anak-anak bilingual yang lebih muda (Davidson dan Beritahu 2005). Ini adalah langkah bijaksana terhadap sebagian dari anak bilingual, dimana ‘mutual exclusivity’ tidak berlaku di seluruh bahasa: ada dua kata untuk setiap objek, dan ada satu kata untuk satu objek di setiap bahasa.
            Banyak eksperimen yang diesplorasikan pada anak-anak mengenai bagaimana seluruh objek dan ‘mutual exclusivity assumption’ yang berinteraksi dalam akuisisi leksikal. Jika objek baru diberikan nama baru, anak mengasumsikan nama tersebut akan mengacu pada seluruh objek. Jika nama baru diterapkan pada objek yang mana anak-anak sebelumnya sudah tahu akan nama objek tersebut, anak-anak akan menganggap bahwa nama baru itu akan  berlaku untuk bagian dari objek tersebut (Markman 1994). Kedua prinsip yang universal akan mencerminkan semantik leksikal dalam bahasa di dunia. Bagian objek tidak akan memiliki kata-kata yang terkait dengannya, kecuali seluruh objek memiliki nama, dan dengan demikian penamaan seluruh objek  terjadi sebelum penamaan bagian dari objek. Hubungan antara prinsip pembelajaran leksikal dan karakteristik universal leksikon hampir tidak sejelas hubungan antara Universal Grammar(UG) dan pemerolehan unsur struktur bahasa pada anak. Hal ini disebabkan, karena lebih sedikitnya pengetahuan tentang sifat universal  leksikon daripada diketahuinya tentang sifat universal tata bahasa. Selain itu, psikolinguis yang mempelajari perolehan leksikon tidak mencoba untuk mencatat akuisisi leksikal sehubungan prinsip-prinsip universal ke tingkat yang sama, seperti para peneliti yang mempelajari akuisisi tata bahasa. Namun, adanya perdebatan yang berkembang tentang apakah prinsip-prinsip belajar leksikal secara secara biologis atau apakaah dengan cara dipelajari.
            Prinsip terakhir dari pembelajaran leksikal yang membantu akuisisi leksikal secara cepat pada anak adalah dengan prinsip extendability (juga disebut taksonomi asumsi). Prinsip ini pada anak-anak akan mengalami kesulitan pada tahap satu kata, yang menyebabkan overextension, tapi nantinya akan membantu di kemudian hari. Extendability menciptakan harapan bahwa kata-kata individu akan mengacu pada kategori hal yang serupa. Sebagai contoh, ketika seorang ibu menunjuk  anjing dan berkata Itu anjing, anak akan menduga sesuatu  yang lainnya  yang sejenis
adalah anjing, dan anak akan berusaha untuk menemukan kategori yang
tentang hewan. Penelitian telah menunjukkan meskipun anak-anak muda
lebih memilih untuk menyortir sesuatu ke dalam kelompok benda yang fungsi
nya berhubungan (misalnya, boneka dengan botol dan popok, anak dengan bola dan kelelawar) mereka akan beralih ke kategori benda yang diberi namanya (Markman dan Hutchinson 1984).   Ini adalah hasil penting karena menunjukkan bahwa prinsip extendability bukan milik anak umum yang orientasinya pada kognitif, tetapi diharapkan pada anak yang ekspetasinya pada leksikal.
            Dengan demikian, akuisisi anak pada sistem linguistik berbeda dari sistem kognitif anak secara umum. Bahkan anak yang sangat muda, akan sensitif terhadap perilaku non-verbal dari pengasuh mereka ketika mereka belajar kata-kata. Hal ini sering terjadi, bahwa anak akan memperhatikan suatu hal, sementara orang dewasa adalah akan memperhatikan pelabelan yang sama sekali berbeda dengan anak-anak. Anak-anak akan dalam masalah besar jika mereka mengambil label dewasa untuk menyebut apa pun terhadap apa diperhatikannya. Bahkan, anak-anak tidak menganggap bahwa ini adalah semacam kesalahan. Baldwin (1991) menunjukkan bahwa anak-anak memperhatikan arah pandangan orang dewasa dan memperoleh pelabelan benda-benda baik yang dilihat orang dewasa maupun  oleh anak-anak.

Mean Length of Utterance
           Ketika suatu  kalimat secara bertahap diujarkan  menjadi panjang. Cara menghitung ujaran anak adalah dengan mengambil sampel ujaran dan menghitung jumlah morfem (terikat dan bebas) (misalnya, sampel 100 ucapan yang diujarkan) kemudian membaginya jumlah morfem tersebut dengan  dengan jumlah ujaran.  Jadi seandainya ada 253 morfem, maka MLU adalah 253:100 = 2.5. Rambu-rambu yang dipakai adalah, misalnya bentuk kompon (kereta api), verba tak teratur (drank), dan jamak tidak teratur (children) dianggap satu morfem. Oleh Brown MLU ini dipakai untuk menentukan tahap pemerolehan : Tahap 1 = MLU antara 1.0-2.0, sekitar umur 12-26 bulan; Tahap II = MLU antara 2.0-2.5, sekitar umur 27-30 bulan, dan seterusnya.
            Terdapat  korelasi yang tinggi antara MLU dan usia. MLU akan meningkat dengan bertambahnya usia karena dua alasan. Pertama, kalimat menjadi lebih panjang diduga karena kapasitas memori kerja anak memungkinkan anak untuk merencanakan dan melaksanakan kalimat panjang. (Memori kerja bersifat memori penyimpanan sementara, untuk menyimpan informasi secara singkat, ketika memproses kalimat atau menyelesaikan suatu tugas) Kedua, anak memperoleh lebih banyak morfem terikat dan fungsi kata-kata.

            Gambar 4.2 memberikan perkiraan rentang MLU yang diamati pada anak-anak dari berbagai usia. MLU adalah rata-rata yang dihitung selama diujarkannya  kalimat yang panjang dan bervariasi. Seorang anak dengan MLU 2 akan memiliki kalimat satu kata, kalimat dua kata, kalimat tiga kata dan seterusnya sampai tahap kalimat lengkap dengan strukturnya serta  banyak kata dalam beberapa kalimat yang panjang. Indikator lain yang menarik dari  pengembangan ini adalah anak terpanjang kalimatnya. Peneliti tentang akuisisi bahasa yang secara tipologis berbeda dengan bahasa Inggris telah mengadaptasi langkah MLU yang digunakan untuk  anak-anak yang  memperoleh pembelajaran bahasa Inggris, dengan mengembangkan cara  alternatif untuk kemajuan bahasa   (Thordardottir dan Ellis Weismer 1998). Sebagai contoh, untuk bahasa yang sangat infleksi, kata-kata morfem dijumlahkan untuk menghitung MLU.
    
DAFTAR KEPUSTAKAAN
  
Chaer, Abdul. 2009. Psikolinguistik Kajian Teoretik . Jakarta: Rineka Cipta.

Dardjowidjojo, Soenjono. Psikolinguistik Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia.         Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.

Fernández, M  Eva. Fundamentals of Psycholinguistics. A John Wiley & Sons, Ltd.,          Publication

Suparwa, I Nyoman. 2009. Pikolinguistik  Teori Kemampuan Berbahasa dan         Pemerolehan Bahasa Anak. Denpasar : Udayana University Press