Pandangan
nativistik (mentalistik) yang dipelopori oleh Noam Chomsky beranggapan
bahwa pengaruh lingkungan bukan faktor penting dalam pemerolehan bahasa. Dalam
belajar bahasa manusia telah memiliki kemampuan yang secara genetis telah diprogramkan. Manusia lahir dengan dilengkapi suatu alat yang
memungkinkan dapat berbahasa dengan
cepat dan mudah. Lalu, karena sukar dibuktikan secara empiris, maka pandangan
ini mengajukan satu hipotesis yang disebut dengan ‘hipotesis nurani’ (innateness hypothesis). Menurut pandangan ini,
bahasa selalu kompleks dan mustahil dipelajari dalam waktu singkat melalui
metode seperti ‘peniruan’ (imitation).
Jadi, beberapa aspek penting yang menyangkut sistem bahasa pasti sudah ada pada
manusia secara alamiah.
Mengenai hipotesis nurani bahasa, otak
manusia dipersiapkan secara genetik untuk berbahasa. Untuk itu otak manusia
telah dilengkapi dengan struktur bahasa
universal. Alat itu namanya Language Acquisition Device (LAD). Dalam proses
pemerolehan bahasa LAD ini menerima ‘ucapan-ucapan’ dan data-data lain yang
berkaitan melalui pancaindra sebagai masukan dan membentuk rumus-rumus
linguistik berdasarkan masukan itu yang kemudian dinuranikan sebagai keluaran.
Apabila sejumlah ucapan yang cukup memadai dari suatu bahasa (bahasa apa saja)
“diberikan” kepada LAD seorang
kanak-kanak sebagai masukan (input), maka LAD itu akan membentuk salah satu
tata bahasa formal sebagai keluaran (out-putnya). Jadi :
Adanya
hipotesis mengenai LAD ini semakin memperkuat pandangan para ahli di bidang
pemerolehan bahasa, bahwa kanak-kanak sejak lahir telah diberi kemampuan untuk
memperoleh bahasa ibunya. Buktinya, meskipun masukan yang berupa ucapan-ucapan
penuh dengan kalimat-kalimat yang salah, tidak lengkap, dan dengan struktur
yang tidak gramatikal, namun ternyata kanak-kanak dapat saja menguasa bahasa
ibunya itu. Tampaknya bahasa ibu dapat saja diperoleh oleh kanak-kanak dalam
keadaan yang beragam-ragam.
Konsep LAD ini telah
merangsang penelitian pemerolehan bahasa sampai ke tingkat yang sangat tinggi.
Pusat perhatian pada mulanya diarahkan pada pemerolehan komponen sintaksis,
sedangkan peranan semantik dan kognisi kurang diperhatikan. Hal ini tidak
mengherankan karena teori generatif transformasi yang dikembangkan oleh Chomsky
memang hanya memusatkan perhatian pada keotonomian komponen sintaksis. Jadi,
yang perlu bagi LAD hanyalah masukan linguistik.Faktor-faktor non linguistik
seperti masukan penglihatan, perasaan dan juga pengetahuan buikan linguistik
tidak begitu penting untuk pemerolehan bahasa.
Lexical Learning
Principles
Peneliti menemukan penelitian yang
menarik dalam hal menciptakan instrumen pengujian yang sensitif untuk kompleksitas pengembangan kosa
kata pada anak yang bilingual. Dalam sebuah penelitian longitudinal terhadap 25 orang anak-anak Spanyol-Inggris yang berusia 8 dan 30 bulan yang bilingual. Barbara Pearson dan rekan (Pearson, Fernández, dan Oller 1993) menunjukkan bahwa anak-anak bilingual mengikuti pola pengembangan leksikal yang erat dengan anak-anak monolingual.
Menariknya, ini terjadi sebagian besar di satu bahasa pada satu waktu, dan juga
adanya perkiraan bahwa terjadinya pergeseran bahasa pada beberapa anak yang terkontaminasi dalam satu bahasa atau yang lainnya. (Pearson et al, 1997.).
adanya perkiraan bahwa terjadinya pergeseran bahasa pada beberapa anak yang terkontaminasi dalam satu bahasa atau yang lainnya. (Pearson et al, 1997.).
Sejumlah prinsip pembelajaran leksikal akan membimbing anak-anak dengan cepat untuk perolehan kosa kata. Salah satunya adalah dengan whole
object assumption (asumsi seluruh objek), yang berlaku untuk orang dewasa maupun untuk anak-anak (Markman 1992). Misalnya, seorang ibu menunjuk seekor binatang
dan memberitahu kepada anaknya tentang
‘skleet’, yang mana sebelumnya anaknya tidak pernah melihatnya. Anaknya mungkin akan menganggap bahwa ‘skleet’ itu mengacu/ menunjuk kepada seluruh hewan, tidak hanya beberapa bagiannya saja, seperti ekor atau
hanya bagian lannya, seperti warna atau tekstur. Asumsi seluruh
objek sangat membantu bagi anak-anak, untuk siapadan untuk apa sesuatu benda itu diberi nama. Jika setiap kata baru yang lebih
mungkin untuk menyebut bagian
dari seluruh benda, akan sangat sulit bagi seorang anak untuk memilah apa sebenarnnya yang sudah diberi nama tersebut. Jadi, prinsip pembelajaran leksikal ini
membantu anak-anak untuk mengasumsikan bahwa kata-kata baru tersebut mengacu
kepada seluruh objek.
Prinsip lain memungkinkan anak-anak untuk memperoleh label/istilah dari pembelajaran leksikal ini adalah ‘mutual exclusivity assumption’ , segala sesuatu hanya mempunyai hanya sebuah nama (Markman dan Wachtel 1988; Golinkoff, Mervis, dan Hirsch-Pasek 1994). Jika orangtua mengatakan kuda (anaknya sudah tahu apa itu kuda) dengan ‘Itu Skleet’, anaknya tidak akan menganggap bahwa skleet adalah kata yang lain dari kuda. Anak akan menganggap bahwa itu adalah kata untuk bagian dari kuda ia belum punya istilah untuk hal tersebut, atau anak menganngap kata tersebut mengacu pada jenis kuda. Anak bilingual dihadapkan pada dilema yang menarik: sebuah kuda adalah kuda atau Caballo. Eksperiment ‘mutual exclusivity assumptions’ digunakan pada anak yang monolingual dan bilingual umur 3 tahun dan 6 tahun, dikatakan bahwa anak-anak monolingual dan bilingual sama-sama menggunakan ‘mutual exclusivity’ (saling ekslusif) untuk menyebutkan seluruh benda, tetapi anak-anak bilingual yang lebih tua lebih cenderung untuk menghentikan/menghilangkan asumsi ini daripada anak-anak monolingual dan anak-anak bilingual yang lebih muda (Davidson dan Beritahu 2005). Ini adalah langkah bijaksana terhadap sebagian dari anak bilingual, dimana ‘mutual exclusivity’ tidak berlaku di seluruh bahasa: ada dua kata untuk setiap objek, dan ada satu kata untuk satu objek di setiap bahasa.
Prinsip lain memungkinkan anak-anak untuk memperoleh label/istilah dari pembelajaran leksikal ini adalah ‘mutual exclusivity assumption’ , segala sesuatu hanya mempunyai hanya sebuah nama (Markman dan Wachtel 1988; Golinkoff, Mervis, dan Hirsch-Pasek 1994). Jika orangtua mengatakan kuda (anaknya sudah tahu apa itu kuda) dengan ‘Itu Skleet’, anaknya tidak akan menganggap bahwa skleet adalah kata yang lain dari kuda. Anak akan menganggap bahwa itu adalah kata untuk bagian dari kuda ia belum punya istilah untuk hal tersebut, atau anak menganngap kata tersebut mengacu pada jenis kuda. Anak bilingual dihadapkan pada dilema yang menarik: sebuah kuda adalah kuda atau Caballo. Eksperiment ‘mutual exclusivity assumptions’ digunakan pada anak yang monolingual dan bilingual umur 3 tahun dan 6 tahun, dikatakan bahwa anak-anak monolingual dan bilingual sama-sama menggunakan ‘mutual exclusivity’ (saling ekslusif) untuk menyebutkan seluruh benda, tetapi anak-anak bilingual yang lebih tua lebih cenderung untuk menghentikan/menghilangkan asumsi ini daripada anak-anak monolingual dan anak-anak bilingual yang lebih muda (Davidson dan Beritahu 2005). Ini adalah langkah bijaksana terhadap sebagian dari anak bilingual, dimana ‘mutual exclusivity’ tidak berlaku di seluruh bahasa: ada dua kata untuk setiap objek, dan ada satu kata untuk satu objek di setiap bahasa.
Banyak
eksperimen yang diesplorasikan pada anak-anak mengenai bagaimana seluruh objek dan ‘mutual exclusivity assumption’ yang berinteraksi
dalam akuisisi leksikal. Jika objek baru diberikan
nama baru, anak mengasumsikan
nama tersebut akan mengacu pada seluruh objek. Jika nama baru diterapkan pada objek yang mana anak-anak sebelumnya sudah tahu akan nama objek tersebut, anak-anak akan menganggap bahwa nama baru itu akan berlaku untuk bagian dari objek tersebut (Markman 1994). Kedua prinsip
yang universal akan mencerminkan
semantik leksikal dalam bahasa
di dunia. Bagian objek
tidak akan memiliki kata-kata yang terkait
dengannya, kecuali seluruh objek
memiliki nama, dan dengan demikian penamaan
seluruh objek terjadi sebelum penamaan bagian dari objek.
Hubungan antara prinsip pembelajaran leksikal dan karakteristik universal leksikon hampir tidak sejelas hubungan antara Universal Grammar(UG) dan pemerolehan unsur struktur bahasa pada anak. Hal ini disebabkan, karena lebih sedikitnya pengetahuan tentang sifat universal leksikon daripada diketahuinya tentang sifat universal
tata bahasa. Selain itu, psikolinguis yang mempelajari perolehan leksikon tidak mencoba untuk mencatat akuisisi leksikal sehubungan prinsip-prinsip universal ke tingkat yang sama, seperti para peneliti yang mempelajari
akuisisi tata bahasa. Namun, adanya perdebatan yang berkembang tentang apakah prinsip-prinsip belajar leksikal secara secara biologis atau apakaah dengan cara dipelajari.
Prinsip terakhir dari pembelajaran leksikal yang membantu akuisisi leksikal secara cepat pada anak adalah dengan prinsip extendability (juga disebut taksonomi asumsi). Prinsip ini pada anak-anak akan mengalami kesulitan pada tahap satu kata, yang
menyebabkan overextension,
tapi nantinya akan membantu di kemudian hari. Extendability menciptakan harapan bahwa
kata-kata individu akan mengacu pada kategori hal yang serupa.
Sebagai contoh, ketika seorang ibu
menunjuk anjing dan berkata ‘Itu anjing’, anak akan menduga sesuatu
yang lainnya yang
sejenis
adalah anjing, dan anak akan berusaha untuk menemukan kategori yang
tentang hewan. Penelitian telah menunjukkan meskipun anak-anak muda
lebih memilih untuk menyortir sesuatu ke dalam kelompok benda yang fungsinya berhubungan (misalnya, boneka dengan botol dan popok, anak dengan bola dan kelelawar) mereka akan beralih ke kategori benda yang diberi namanya (Markman dan Hutchinson 1984). Ini adalah hasil penting karena menunjukkan bahwa prinsip extendability bukan milik anak umum yang orientasinya pada kognitif, tetapi diharapkan pada anak yang ekspetasinya pada leksikal.
adalah anjing, dan anak akan berusaha untuk menemukan kategori yang
tentang hewan. Penelitian telah menunjukkan meskipun anak-anak muda
lebih memilih untuk menyortir sesuatu ke dalam kelompok benda yang fungsinya berhubungan (misalnya, boneka dengan botol dan popok, anak dengan bola dan kelelawar) mereka akan beralih ke kategori benda yang diberi namanya (Markman dan Hutchinson 1984). Ini adalah hasil penting karena menunjukkan bahwa prinsip extendability bukan milik anak umum yang orientasinya pada kognitif, tetapi diharapkan pada anak yang ekspetasinya pada leksikal.
Dengan
demikian, akuisisi anak pada sistem
linguistik berbeda dari sistem
kognitif anak secara umum. Bahkan
anak yang sangat muda, akan sensitif terhadap perilaku non-verbal dari pengasuh mereka ketika mereka belajar
kata-kata. Hal ini sering terjadi, bahwa
anak akan memperhatikan suatu hal, sementara orang dewasa adalah akan memperhatikan
pelabelan yang sama sekali berbeda dengan anak-anak. Anak-anak
akan dalam masalah besar jika
mereka mengambil label dewasa untuk menyebut apa
pun terhadap apa diperhatikannya. Bahkan, anak-anak tidak menganggap bahwa ini adalah
semacam kesalahan. Baldwin (1991)
menunjukkan bahwa anak-anak memperhatikan
arah pandangan orang dewasa dan
memperoleh pelabelan benda-benda
baik yang dilihat orang dewasa maupun
oleh anak-anak.
Mean Length of Utterance
Thanks for sharing this material. But actually your font color and the background disturb when I read. Hopefully you can select another font color. Thanks
ReplyDelete